Raden Adjeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Kartini adalah sangat senang belajar dan membaca buku. Sebagai seorang keturunan bangsawan, pada 1885 R.A. Kartini mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan pertamanya di sekolah Europesche Lagere School (ELS) yaitu pendidikan yang setara dengan Sekolah Dasar (SD). Pendidikan di ELS menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa wajib dalam proses belajar mengajar. Disana Kartini menempuh pendidikan bersama siswa lainnya yang merupakan keturunan Eropa khususnya negara Belanda, dan keturunan pribumi dari tokoh terkemuka.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di ELS, Kartini harus menuruti keinginan sang Ayah agar menjadi puteri bangsawan yang mengikuti tradisi adat istiadat yang berlaku. Pada masanya, pendidikan bagi anak perempuan bukanlah suatu hal yang wajib. Sehingga setelah menempuh pendidikan di ELS, Kartini banyak menghabiskan waktunya di rumah.
Kartini sangat gemar membaca buku yang dikumpulkannya dari orang tuanya dan berdiskusi dengan Ayahnya. Dia sangat mengagumi kemajuan berpikir wanita Eropa khususnya negara Belanda. Pada masa itu tidak semua perempuan mendapatkan kesempatan belajar di sekolah, sehingga banyak sekali kaum perempuan yang buta aksara, tidak bisa membaca atau menulis.
Kegemarannya dalam membaca menimbulkah kekagumannya pada kemajuan berpikir perempuan Eropa, terkhusus wanita Belanda yang pada waktu itu masih menjajah Indonesia. Atas ketertarikannya itu, Kartini memiliki keinginan agar kemajuan yang sama juga bisa diwujudkan untuk kaum perempuan Indonesia. Kartini berkeyakinan bahwa kehidupan seorang perempuan tidak hanya menghabiskan waktu di rumah, akan tetapi perempuan juga berhak untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi.
Selanjutnya, Kartini mulai mengumpulkan buku-buku dan membuat kelompok belajar untuk menulis dan membaca. Kartini mengundang teman-temannya dan mengajarkan mereka bagaimana mengenal huruf, membaca, dan menulis. Pada kegiatannya sehari-hari, membaca adalah aktifitas yang sangat digemari Kartini. Di samping itu, Kartini juga sering bertukar pesan melalui surat dengan temannya yang tinggal di Belanda.
Atas keinginannya yang kuat dalam belajar, Kartini pernah menyurati Mr. Jacques Henrij Abendanon menteri Pendidikan, Agama, dan Industri Hindia Belanda (1900-1905) agar diperkenankan mendapatkan beasiswa bersekolah di negara Belanda. Namun, cita-citanya tersebut tidak pernah terwujud dikarenakan sang Ayah menikahkan Kartini dengan Raden Adipati Joyodiningrat dan menetap di daerah Rembang (Jawa Tengah).
Di Rembang, Kartini membuat kelompok belajar yang berlokasi di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang. Tahun 1904, tidak lama setelah melahirkan anak pertamanya Kartini meninggal pada usia 25 tahun di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Pada 1912, berdasarkan keinginan Kartini Yayasan Van Deventer mendirikan sekolah khusus untuk perempuan yang dinamakan "Kartini School" atau "Sekolah Kartini" yang ada di beberapa daerah yaitu: Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.
Setelah R.A. Kartini wafat, Mr. J. H. Abendanon mengumpulkan surat-surat yang pernah dikirimkan Kartini kepada teman-temannya di Eropa dan merangkumnya dalam sebuah buku yang diberikan judul "DOOR DUISTERNIS TOT LICHT" yang artinya "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Sebagai bentuk penghormatan bagi jasa R.A. Kartini dalam memperjuangkan hak perempuan terkhusus dalam hal pendidikan, maka pemerintah menetapkan hari kelahiran R.A. Kartini pada tanggal 21 April sebagai Hari Kartini.