Banyak orang tua dan pendidik mungkin menganggap kegiatan mengupas jeruk hanyalah aktivitas sederhana. Namun, di balik kesederhanaannya, kegiatan ini menyimpan banyak manfaat untuk perkembangan anak usia dini. Anak dapat belajar kemandirian, melatih keterampilan motorik halus, sekaligus mengenal konsep sensorik seperti kasar dan halus.
1. Melatih Kemandirian
Menurut teori perkembangan Erik Erikson, anak usia dini berada pada tahap autonomy vs shame and doubt (1,5–3 tahun). Pada tahap ini, anak perlu diberi kesempatan untuk mencoba sendiri berbagai aktivitas agar tumbuh rasa percaya diri dan mandiri. Saat anak berhasil mengupas jeruk, ia merasa bangga karena mampu melakukannya tanpa bantuan orang dewasa.
2. Stimulasi Motorik Halus
Mengupas jeruk melibatkan gerakan jari seperti mencubit, menarik, dan memutar. Aktivitas ini menjadi latihan alami untuk motorik halus. Huffman & Fortenberry (2011) menyatakan bahwa keterampilan motorik halus berhubungan erat dengan kemampuan menulis dan kesiapan anak untuk belajar di sekolah. Dengan kata lain, kegiatan sederhana ini menjadi dasar penting bagi keterampilan akademik anak di masa depan.
3. Mengenal Tekstur Kasar dan Halus
Kulit jeruk terasa kasar, sementara daging buahnya lembut dan halus. Saat anak menyentuh kedua tekstur tersebut, ia belajar membedakan konsep “kasar” dan “halus” secara nyata. Menurut Whiz Kidz Early Learning Centre, eksplorasi tekstur membantu anak mengembangkan sensorik, kognitif, bahasa, bahkan regulasi emosi.
4. Pengalaman Belajar Multisensori
Teori embodied cognition menekankan bahwa pengetahuan dibangun melalui pengalaman langsung tubuh dengan lingkungan. Dalam kegiatan ini, anak tidak hanya menggunakan peraba, tetapi juga:
-
Penciuman → mencium aroma jeruk yang segar.
-
Penglihatan → melihat warna kulit dan isi jeruk.
-
Pengecapan → merasakan manis atau asamnya jeruk.
Keterlibatan banyak indera membuat pengalaman belajar lebih kuat dan bermakna.
5. Bukti Penelitian
Beberapa penelitian mendukung pentingnya stimulasi sederhana ini:
-
Penelitian longitudinal menunjukkan bahwa keterampilan motorik halus merupakan prediktor kuat prestasi akademik anak di masa depan.
-
Anak yang sering berlatih keterampilan motorik halus lebih siap menghadapi tantangan membaca, menulis, dan berhitung di sekolah dasar.
-
Penelitian di Indonesia (Mulyawan dkk., 2023) menemukan bahwa stimulasi sederhana di rumah maupun sekolah berpengaruh signifikan terhadap perkembangan motorik anak usia 3–6 tahun.
Catatan Kaki:
Erikson, E. H. (1963). Childhood and Society. New York: W. W. Norton & Company.
-
Huffman, J., & Fortenberry, C. (2011). Fine Motor Skills and Early Writing Development. Early Childhood Education Journal.
-
Whiz Kidz Early Learning Centre. (2022). The Role of Texture Play in Sensory Development.
-
Barsalou, L. W. (2008). Grounded Cognition. Annual Review of Psychology, 59, 617–645.
-
Grissmer, D., et al. (2010). Fine Motor Skills and Early Comprehension of the World: Two New School Readiness Indicators. Developmental Psychology.
-
Cameron, C. E., et al. (2012). Fine Motor Skills and Executive Function Both Contribute to Kindergarten Achievement. Child Development.
-
Mulyawan, R., dkk. (2023). Analisis Perkembangan Motorik Halus Anak Usia 3–6 Tahun. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Untirta.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar